90 Menit Bersama Sokrates

“Disadur dari buku karangan Paul Strathern”

“Filsafat itu Serius, Filsafat itu berbahaya”

Akibat mengabaikan pelajaran pertama (filsafat itu serius), sokrates menjadi filsuf yang paling mengesankan. Akibat mengabaikan pelajaran kedua (filsafat itu berbahaya), Sokrates harus membayar dengan nyawanya.

Pada masa awal filsafat dianggap sebagai studi mengenai segala macam pengetahuan, matematika, ilmu pengetahuan, kosmologi tidak lahir begitu saja. Seiring berjalannya waktu , filsafat diperlakukan sebagai studi pertanyaan metafisik yang sulit terjawab. Oleh karena itu setiap kali filsafat benar-benar menemukan jawaban terhadap suatu pertanyaan, ia berhenti menjadi filsafat dan berganti menjadi sesuatu yang lain, subjek yang lainnya.

“Aku tidak tahu apapun, kecuali fakta bahwa aku tidak tahu”

Socrates

Banyak pendapat yang bertentangan mengenai hidup sokrates, akan tetapi satu hal yang disepakati bahwa sokrates perawakannya adalah salah satu orang yang penampilannya terjelek di Athena, Kakinya panjang dan bengkok, perutnya buncit, bahu dan lehernya dipenuhi bulu, kepalanya botak, hidungnya besar dan bibirnya dower.

Sokrates memakai jubah cungklang yang lusuh dan usang, dan setiap keluar rumah selalu tidak menggunakan alas kaki.

Sokrates mengembangkan suatu metode berupa pertanyaan-pertanyaan negatif yang agresif, yang disebut dialektika.

Sokrates mendapatkan julukan sebagai “perongrong dari athena”, metode bertanya yang diajukan mengandung makna yang lebih mendalam daripada metode bertanya sebelumnya.

Sokrates berusaha menjernihkan perdebatan dengan memulai pembicaraannya dari prinsip-prinsip pertama (dalam logika dikenal sebagai premis mayor), dengan cara itu sokrates menetapkan konsep yang menjadi dasar pernyataan lawan bicaranya lalu membeberkan ketidakkonsistennya, dan akhirnya menunjukkan konsekuensi dari ketidakkonsistenan itu.

Sokrates tidak butuh waktu terlalu lama untuk menunjukkan bahwa orang-orang Athena yang katanya bijaksana ternyata tidak tahu apa-apa.

“..Mereka akan mengandalkan segala sesuatu dengan menggunakan tanda-tanda eksternal ini, bukan lagi dengan sumber daya internal yang seharusnya mereka gunakan.”

Pada zaman dahulu kala, ada dewa mesir kuno bernama Theuth. Ia menemukan angka, geometri, astronomi, dadu dan tulisan. Pada suatu hari Theuth pergi menemui Thamus, pharao dari Mesir hulu, untuk memperlihatkan hasil temuannya. Ketika Theuth memperlihatkan abjad, ia menjelaskan, “inilah temuan yang akan sangat memajukan kebijaksanaan dan ingatan rakyat anda”. Namun sang pharao menjawab, “O, Theuth yang cerdas, abjadmu itu justru akan menghasilkan akibat sebaliknya dari apa yang kamu katakan. Begitu rakyat mesir mengandalkan kebijaksanaan tertulis, mereka akan berhenti menggunakan ingatan, mereka akan memikirkan segala sesuatu dengan menggunakan tanda-tanda eksternal ini, bukan lagi dengan sumber daya internal yang seharusnya mereka gunakan”

Plato, Phadeon, 274, 275

Sokrates melukiskan hakikat dunia berupa bentuk (angka-angka atau idea), dunia bentuk tidak dapat dimasuki oleh indera kita, hanya bisa melalui pikiran. Yang bisa ditangkap oleh indera adalah bola merah tertentu, bola merah tertentu tersebut memunculkan gagasan berupa ukuran, warna, lentur dan sebagainya. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi?, Menurut sokrates, objek tertentu menerima kualitas-kualitasnya dengan “berpartisipasi” di dalam idea-idea yang menjadi asal-muasalnya.

Warisan Sokrates tidak jelas (dan ia mengharapkan ketidakjelasan itu), Pengaruhnya terhadap Plato sangat mendalam, dan masih terus merembet filsafat hingga saat ini.

Seseorang asing yang bisa membaca wajah datang ke Athena. Ketika ia melihat Sokrates, ia memberi tahu blak-blakan bahwa sang filsuf seorang monster, lalu dalam dirinya terkandung segala macam nafsu buruk dan jahat. Sokrates hanya menjawab, “Anda kenal saya, ya Pak!”

Nietzche, twilight of the idol

Plato menuliskan dialog-dialog dari sokrates, karena menurut sokrates “karena tidak kuketahui apapun, apa yang dapat kutuliskan”.

-Fin

In