Psikologi Arsitektur

Disadur dari Buku Karya Deddy Halim, Ph.D

Membaca buku ini sangat menarik, dari buku ini kita bisa mengetahui bahwa arsitektur tidak hanya merancang suatu desain bangunan saja atau ketika masuk ke pekerjaan ranah sipil yang berhubungan dengan semen, batu bata dan seterusnya, tetapi jauh lebih dari itu ada suatu konsep idea filsafat-psikologis bagaimana suatu rancang bangun ruang tersebut tidak hanya berupa gambar dan sebagainya, tetapi dia adalah wujud dari karakter psikologis dan keinginan manusia yang diwujudkan dalam bentuk rancang bangun dan tentunya tidak menghilangkan unsur ergonomis dan estetika suatu bangunan tersebut. Jadi ketika kita mempelajari ilmu arsitektur berarti kita harus juga mendalami disiplin ilmu yang lainnya, dan buku ini adalah perwujudan dari lintas disiplin ilmu yaitu Psikologi Arsitektur.

“Arsitektur adalah pencerminan dari eksistensi psikologi manusia”

  1. Pendahuluan

Penelitian tentang psikologi arsitektur dimulai kira-kira tahun 1950 di Amerika dalam sebuah kampanye yang khusus diselenggarakan untuk mengembangkan desain terbaik dan sesuai untuk rumah sakit jiwa.

Kerjasama antara para arsitek dan para psikolog saat itu melahirkan sebuah disiplin baru yang disebut Psikologi Arsitektur. Sebuah bidang kajian yang dimulai dengan meneliti warna dan susunan tempat duduk di rumah sakit – rumah sakit jiwa, lalu melakukan observasi terhadap pengunjung di taman-taman nasional dan sampai kepada mempelajari stres yang terasosiasi dengan pergerakan kota (urban commuting).

Yang melekat pada disiplin psikologi arsitektur secara spesifik melekat pada wilayah psikologi lingkungan yaitu :

Evaluasi Pasca Huni : Merupakan penilaian sistematik tentang bagaimana sebuah bangunan atau fasilitas lainnya berfungsi, dilihat dari sudut pandang penghuni atau pengguna.

Pemetaan Perilaku : Metode untuk merekam kebiasaan manusia dalam membuat, mengolah, menjaga dan memperbaiki lingkungan binaan agar tercipta perilaku yang diinginkan.

Perbedaan Semantik : Penilaian Efektif mengenai bagaimana seseorang merasakan tempat-tempat tertentu.

Pemetaan Kognitif : Studi mengenai bagaimana cara orang mengidentifikasi tempat, penanda wilayah dan ciri-ciri kota lainnya.

Ukur Jejak : Mempelajari interaksi yang terjadi, menilai sebuah, wilayah dengan melihat grafiti, sampah dan tanda lain yang melukiskan keadaan sebuah wilayah.

2. Dasar Filsafat Psikologi Arsitektur

Aliran Neo Behaviorism menggangap bahwa justru aspek tubuh merupakan hal yang penting dari manusia berbanding terbalik dengan aliran psikoanalisa yang dikembangkan oleh sigmund freud dan muridnya.

Teori Tolman yang berasal dari Neo Behaviorism inilah yang sering digunakan oleh Psikologi Arsitektur terutama untuk menjelaskan bagaimana mengingat dan mengenali lingkungan (kognisi dan persepsi).

Selanjutnya Muncul Psikologi Humanistik Abraham Maslow (1908-1970) dengan teori kebutuhan (Hierarchy of Needs) dalam upayanya menjembatani kedua mazhab sebelumnya. Teori Maslow menjelaskan pada tahap mana manusia tidak punya kontrol terhadap perilakunya dan pada tahap mana kognisi manusia justru memiliki kontrol yang menentukan bentuk-bentuk perilaku yang dihasilkan manusia.

Kebudayaan manusia sangat ditentukan oleh iklim dan di lingkungan mana manusia itu berada. Jadi perbedaan iklim dan lingkungan menciptakan kebudayaan yang berbeda-beda pula. Dalam usaha bertahan hidup dan mengatasi hukum-hukum alam tersebut, manusia dengan pikiran dan tenaganya menciptakan berbagai bentuk perlindungan. Mulai dari yang paling sederhana seperti rumah pohon atau susunan bebatuan yang biasa disebut Arsitektur terbuka (Extrovert Architecture) karena sedikit melibatkan campur tangan manusia dan tidak terlalu menutup diri dengan alam. Sampai kepada yang lebih kompleks dimana campur tangan manusia terlihat jelas dan ada usaha untuk memisahkan diri dari alam seperti mulai mendirikan tenda, rumah dengan sedikit jendela dan sampai kepada kastil yang masif , hal ini bisa disebut Arsitektur tertutup (Introvert Architecture)

“Selanjutnya ketika manusia mampu menguasai hukum alam, arsitektur bukan sebuah lagi proses dimana manusia memberi makna kepada alam dan merespon terhadap iklim serta lingkungan dimana ia tinggal”

Pada tahap primitif, arsitektur hanya menjadi kebutuhan primer manusia untuk bertahan hidup dari ancaman bahaya di luar. Tetapi ketika manusia telah menguasai hal tersebut muncul kebutuhan sekunder keinginan mengakomodasi perilaku hidupnya sehari-hari dengan menciptakan berbagai ruang yang disesuaikan dengan pola aktivitas hidupnya. Dan pada saat kebutuhan itu terpenuhi lahirlah kebutuhan tertier yaitu keinginan memberikan nilai lebih kepada ruang-ruang buatannya dengan berbagai ornamen, dekoratif, perabotan yang bagus, lukisan, sehingga kebutuhan akan keindahan (asthetic needs) yang dipostulatkan Maslow dapat dipenuhi.

Arketipe istilah arketipe ini juga ditemukan pada kedua disiplin ilmu dengan arti yang hampir identik. Pada psikologi arketipe diartikan sebagai kesan primordial atau bentuk pemikiran universal yang ada pada setiap orang di segala zaman. Arketipe psikologis atau ide tentang Tuhan dapat dipresentasikan dalam bentuk arketipe gerja, dengan bentuk atap tinggi menjulang yang memiliki makna adanya hubungan vertikal (heaven and earth). Dan ini bisa kita temui dengan bentuk tempat peribadatan yang lainnya seperti masjid dan yang lainnya. Ada juga aspek Fisiologis yang diadopsi Pada masa kejayaan Hindu ada konsep Triangga : Nistawa (kaki), Madya (badan), Utama (Kepala) pada agama Budha dengan Konsep Dathu : Kamadathu (Kaki), Rupadathu (Badan) dan Arupadathu (Kepala), yang dalam skala kecil pada metode pembuatan candi diterjemahkan sebagai mahkota (atas), wiwana (tengah), upaditha (alas). Hukum ini terus berlaku hingga hari ini meskipun pada arsitektur modern ada upaya meninggalkan konsep tersebut. Terutama sekali pada kelompok yang mengusung gerakan arsitektur pasca modern (postmodern) dan Dekonstruksionisme.

3. Desain dalam perspektif psikologi

Kesadaran Desain Arsitek : Menguji dan menganalisis perilaku manusia dalam menciptakan kehidupan yang lebih baik.

Kreativitas : Kemampuan memunculkan ide baru yang melibatkan proses pemikiran dan dedikasi.

Blok Persepsi : Kegagalan fungsi biologis pada satu atau indera yang mengakibatkan individu tidak dapat berpersepsi.

Blok Psikologis : Nilai-nilai dalam diri yang mengekang pemikiran dan tindakan.

Kepuasan diri dan kreativitas : Kepuasan diri akan meningkat ketika seseorang merasa berhasil terhadap suatu hal yang baru.

Rasa ingin Tahu / Curiosity : Rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang baru adalah alat untuk menjadi kreatif.

Pemecahan masalah yang kreatif : Ialah perlengkapan desain untuk mengolah informasi dalam rangka menyelesaikan masalah.

Ada banyak jenis perlengkapan desain, beberapa diantaranya seperti dibawah ini dapat dipakai agar kita menjadi lebih produktif dalam meningkatkan kepekaan design.

  • Pengurutan Alpabet. Sebuah cara spontan dengan 26 potensi ide kreatif atau lebih ketika kita memikirkan suatu obyek. semua alpabet diurutkan kemudian untuk setiap hurufnya masukkan sebuah kata yang dimulai dari huruf tersebut dan berkaitan dengan obyek. Contoh Misalnya desain kelas sekolah dasar. huruf a : anak … Z zzz (tidur) dengan melakukan tersbut kemudian kita gabungkan menjadi sebuah paragraf desain contoh : “Sebuah ruang kelas yang efisien harus memiliki atmosfer suportif, Jendelanya tidak bisa dilompati anak-anak, ventilasi udara cukup, dekorasinya indah dan wangi tidak boleh ada televisi dengan demikian anak-anak akan fokus pada Pelajaran …dan tidak tidur zzz di ruangan kelas
  • Visualisasi Fungsi : Visualisasi fungsional sangat menolong dalam proses disain tentang solusi baru untuk masalah lama. kebanyakan proses desain hanyalah pengulangan penyelesaian masalah lama dengan cara yang lebih baik.
  • Sintesa Morfologis : Anggaplah kita sedang mencari alternatif dari kursi konvensional, lalu pikirkan daftar tentang beberapa hal yang ada pada tempat duduk seperti 1. Material bahan yang dipakai. 2. Bentuk atau jenis kursi apa yang akan dibuat. 3. karakteristik yang mencirikan kursi kita lain dari yang lain. kemudian kita hubungkan masing-masing dari item tersebut dan hubungkan satu sama lain. Hal ini akan menghadirkan sebuah solusi dari kombinasi yang mungkin ada.
  • Inversi : atau kebalikan daripada kita berpikir tentang bagaimana dapat meningkatkan sesuatu menjadi lebih baik ganti dengan pikirkanlah bagaimana kita bisa membuatnya lebih buruk. contoh konsep zoo safari yaitu mengandangkan manusia ke dalam mobil untuk melihat binatang yang berkeliaran di alam bebas.
  • Bionik : Teknik lainnya dengan menggunakan pertanyaan “Bagaimana cara alam memecahkan masalah”?. Contoh baru ini ditemukan bahwa sarang lebah yang berbentuk segi-enam ternyata merupakan bentuk yang sangat kompak dan telah digunakan untuk bentuk denah hunian manusia. Bentuk segi enam cukup menyenangkan untuk dijadikan ruang karena memberikan kesan luas.
  • Uraian Asosiasi : Daripada menawarkan suatu uraian dengan menghafal apa yang kita baca dalam kamus, asosiasikan saja dengan hal lainnya, terutama dengan sesuatu yang lebih dikenal. Sebagai contoh untuk menjelaskan apa itu “boneka” jangan kita mengatakan “plastik yang panjangnya 30 centimeter dengan tangan dan kaki” katakan kira-kira “miniatur orang”. klien kita akan segera mengerti apa yang kita maksudkan. Ini membantu kita untuk menciptakan sebuah metode untuk membantu imajinasi klien.

“Nilai adalah kombinasi dari perasaan psikologis dan lingkungan fisik”

-Fin

In